SIAPA YANG MEMILIKInMASALAH?
MASALAH MILIK SIAPA?
Bila seorang murid sering melamun di dalam kelas, bila seorang murid sering membolos tidak mau belajar di sekolah, bila seorang murid termangu selalu memandang keluar jendela ketika pelajaran di kelas, atau bahkan ketika seorang murid selalu berjalan mondar mandir di dalam kelas, tidak mau memeperhatikan guru yang sedang memberikan pelajaran, atau ada juga seorang murid yang dengan lesu tidak bergairah dan kadang mendorong dan menyakiti murid lainnya. Kira -kira siapa yang memiliki masalah? Muridnya yang bermasalah, gurunya, orang tuanya, atau bahkan temannya? Jawabannya banyak versi, ada yang mengatakan jelas itu masalahnya murid, karena yang melamun, yang membolos, yang nakal, yang lesu adalah muridnya. Ada juga yang menjawab, itu masalah gurunya. Gara- gara gurunya tidak menyenangkan, tidak menarik, maka membuat murid tidak bisa konsentrasi akhirnya melamun, membolos, bahkan lesu. Versi jawaban lain mungkin yang bermasalah adalah orang tuanya, karena orang tuanya berantem maka menjadikan murid melamun, suka membolos, berlaku nakal. Atau bahkan temannya, karena temannya nakal maka ia melamun, dan masalalah lainnya..
Bagi yang mengatakan masalah yang. dilakukan murid di atas adalah masalah, saya kira perlu dikaji kembali. Ketika masalah murid melamun, membolos, lesu, dan sebainya tidak mengganggu aktifitas guru dalam mengajra saya kira itu bukan maslah guru. Demikian juga jika masalah tersebut tidak mengganggu orang tuanya, temannya, saya kira masalah itu bukan menjadi milik orang tua maupun temannya.
Tapi kadang hal ini sangat sekali sulit diterima oleh sebagian besar guru. Guru kadang menganggap masalah murid di kelasnya adalah masalah guru. Hal inilah yang membuat respon seorang guru dengan murid akan menentukan berhasil dan tidaknya mengatasi sebuah masalah. Dalam mengkomunikasikan kepada murid sering kita menghendaki anak itu berubah, jangan melamun, jangan membolos, jangan lesu, karena tingkah laku seperti ituadalah tingkah laku yang tidak bisa diterima. Nha.. ketika sudah mengatakan itu, berarti masalah itu menjadi masalah milik guru bukan milik murid. Guru menhendaki anak itu berubah, menghendaki seolah-olah anak itu tidak punya masalah, mengehndaki anak itu berbeda, mengingginkan anak itu berhenti tidak mempunyai masalah dalam bentuk apapun. dalam hal ini pesan seorang guru akan sulit diterima oleh murid, dan justru akan menambah masalah. Masalah ini akhirnya menjadi masalah guru bukan?
banyak sekali pesan yang kemukakan seorang guru justru menjadi penolakan dari murid, sehinggga pesan atau nasehat dari guru justru akan menghalangi hubungan yang harmonis antara guru dan murid. Kadang-kadang malah justru memperlambat, menghambat, atau benar-benar menghentikan proses komunikasi antar guru dengan murid yang diperlukan dalam membantu murid menyelesaikan masalah.
Mari kita simak pesan guru seperti ini:
""Melamun terus, selesaikan pekerjaanmu!"
"Sebaiknya cepat selesaikan pekerjaanmu, jika ingin kau dapat nilai bagus!"
"Kau tahu bahwa tugasmu di sekolah adalah belajar! Kau harus tinggalkan masalahmu itu di rumah!"
Dari contoh komunikasi di atas, guru terkesan memerintah, mengatur, memperingatkan, mengancam, memberi keharusan. Kira-kira pesan seperti ini bisa tidak ya menyelesaikan masalah murid?
Coba sekarang kita simak lagi pesan guru berikut ini.
"Kau ini memang sangat malas! Sukanya melamun.. saja!"
"Tingkahmu ini seperti anak TK saja, usil, tidak mau memperhatikan pelajaran!"
"Kau paling hanya ingin menghindar dari tugas ini!"
Pesan-pesan diatas guru cenderung melakukan komunikasi dengan menghakimi, atau bahkan merendahkan. Banyak guru yang menanggap dengan pesan menghakimi, menunjukkan kebodohan murid justru akan bisa membantu masalah murid. Padahal hal ini akan menjadikan hubungan murid dan guru akan terputus.
Dari contoh-contoh bahasa yang digunakan guru di atas dalam merespon masalah murid, menjadikan pertanyaan mengapa memrintah, mengajukan pertanyaan, mengatur, menghakimi, justru akan menambah bongkahan batu penghalang hubungan guru dan murid? Ketika murid tidak mengalami masalah apapun informasi, dan nasehat dari guru tidaka akan menghalangi hubungan keduanya. Tapi ketika murid sedang mengalami masalah justru memberi informasi, fakta, ataupun nasehat akan menjadikan suatu penghalang dan mengganggu dalam pemecahan masalah.
Bagaimana dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pada murid yang bermasalah? Mengapa justru tidak mampu menyelesaikan masalah? Ketika guru memberi pertanyaan seolah-olah pertanyaan itu seperti menyelidiki pada masalah yang dimiliki murid, tentu saja murid justru akan merasa terancam bila ada guru atau orang lain yang menyelidiki lebih dalam tentang persaan-persaan yang belum bisa diungkapkannya. Bila dunia pribadinya ada yang mengusik justru biasanya akan menutup diri.
dalam mengajukan pertanyaan biasanya tidak tepat sasaran, dan justru akan menghasilkan jawaban yang tidak relevan dengan masalah yang dimilikinya.
Satu contoh : "Mengapa kamu selalu melamun di dalam kelas? Apakah ada maasalah dengan orang tuamu atau temanmu?"
" Bukan, bukan itu. saya tidak mempunyai masalah dengan orang tua ataupun teman".
Jadi pertanyaan kadang malah dapat membatasi banyaknya persoalan, atau topik, yang bisa dikomunikasikan seseorang. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu juga bahkan mempersempit pembicaraan sehingga terbatas pada menjawab pertaanyaan pendengar yang kadan-kadang melenceng. Mengajukan pertanyaan tidak memberi kebebasan kepada murid yang bermasalah untuk utnuk mencari atau mengkomunikasikan tetang masalah yang sebenarnya. Pertanyaan kadang bisa bersifat membatasi dan mengikat. Kadang selaku gurupun justru tidak membri kesempatan pada murid yang bermasalah utnuk bertanggung jawab menyelesaikan masalah yang dimiliki murid.
Komentar
Posting Komentar