Covid-19, Belajar Online, dan Guru Galak
Sabtu, 21 Maret 2020
sambil menunggu emak tersayang
Covid-19, Belajar Online, dan Guru Galak

Sudah sepekan anak-anak belajar di
rumah mengikuti kebijakan dari pemerintah untuk menghambat menyebarnya virus
corona. Komentarpun bermunculan entah dari orang tua, murid, maupun guru, baik
yang pro maupun kontra lewat media sosial ataupun secara lisan.
Tidak sedikit orang tua yang langsung
protes atau curhat lewat media sosial bahwa anaknya streslah.. bosanlah..
apalagi orang tuanya yang jadi pengganti guru di sekolah yang tiba-tiba jadi
tipe pemarah karena mungkin merasa terganggu aktifitasnya di rumah yang
biasanya "pasrah bongkokan" istilah jawanya terhadap sekolah. Atau
ada orang tua yang kerja seharian full bekerja dan ketemu anaknya hanya sekejap
saja di malam hari. Lantas bagaimana dan kapan mendampingi anaknya belajar di
rumah? Kalaupun mendampingi pasti sisanya adalah kemarahan karena kondisi fisik
yang terlalu capek bekerja. Salah satu kiriman WhatsApp dari wali murid:
“Bu tolong sampaikan guru kelas agar
anak-anak jangan dikasih PR banyak-banyak. Biarlah mereka berproses di rumah
selama 14 hari ini. Anak saya 3 yang semuanya harus saya dampingi. Bayangkan
dengan ketiga anak saya dimana saya harus menjelaskan materi pada mereka
kemudian menuntun mengerjakan belum lagi dituntut hari itu selesai. Energi saya
habis untuk marah-marah bu..”
Anak-anak ada yang curhat enakan di
sekolah dengan tugas yang tidak seabreg seperti yang dialami sekarang ketika
belajar di rumah. Bayangkan sampai malampun kadang tugas itu belum selesai dah
disusul tugas yang lainnya belum lagi
tugas yang dikerjakan pun belum paham.
Kecuali orang tuanya paham bisa bertanya pada mereka tapi bagi yang gak paham?
masalah bagi mereka bukan? Akhirnya apa yang terjadi orang tuapun dipaksa
untuk bisa belajar materi pelajaran untuk anaknya. Namun karena tidak terbiasa
mendampingi bahkan mengajari anaknya kemarahanlah yang terjadi.
Disisi lain, tidak mungkin seorang
guru akan senang melihat anak didiknya sedih, bosan, bahkan stres. Mereka sudah
berusaha sebaik mungkin untuk mrmberikan tugas di rumah agar anak tidak
tertinggal pelajaran karena seorang guru dituntut untuk menyelesaikan kurikulum
yang ada. Sayang.. kebijakan belajar online di rumah sebelumnya belum ada
pelatihan, atau arahan bagi guru bagaimana belajar online yang tidak membuat
anak bosan, sedih, bahkan stres. Walaupun saya yakin seorang guru pasti
berusaha untuk melayani anak dengan sebaik-baiknya.
Kadang cuitan-cuitan yang tidak
diinginkanpun muncul "enak gurunya dia dapat gaji, tapi orang tua sebagai
pengganti tugas guru" owww!!! semoga itu hanya lelucon belaka. Mereka
tidak tahu apa yang guru lakukan dengan kebijakan belajar online ini. Guru
harus membuat tugas melalui online dan mengoreksinya setiap hari juga melalui
online. Bayangkan budaya tunduk alias "nutul hp bahasa
jawanya" nutul = mencet tidak hanya anak-anak atau orang tua yang
melakukan di rumah tapi gurupun demikian menunggu anak didiknya setor tugasnya
yang kadang sampai malam. Salah satu postingan di FB yang saya baca :
“Dengan adanya kebijakan home
learning...jujur aku hampir-hampir tidak bisa lepas dari HP seharian. Ya ngasih
tugas, jawab konsultasi, nerima kiriman foto serta vidio bukti fisik dari ortu,
mecoba mengapload di link yang alhamdulillah sudah disediakan sekolah”
Guru yang tadinya belum menguasai
komputer atau media sosial juga dipaksa harus belajar cepat untuk mengatasi
belajar di rumah. Namun ini jelas ada sisi positifnya karena guru memang
dituntut untuk melek teknologi.
Pilih belajar di rumah atau
sekolah?
Saya yakin tidak semua orang
menginginkan keadaan seperti sekarang ini. Baik itu orang tua, murid, bahkan
guru. Namun belajar online belajar di rumah memang harus dilakukan untuk
menghambat penyebaran virus corona.
Menjadi guru bukan pekerjaan ringan
Kita semua harus sadar ternyata
pekerjaan seorang guru tidaklah ringan. Ketika ada kebijakan anak dirumahkan
sudah banyak yang mengeluh bahkan menjadi guru
galak dirumahnya padahal hanya menghadapi dengan 1 atau 2 muridnya.
Bayangkan menjadi seorang guru yang mulai pagi sampai menjelang sore dia harus
mendampingi satu kelas anak didiknya dengan berbagai macam perilakunya tentu
saja butuh trik dan kesabaran ekstra. 14 hari ini sebagai instropeksi kita
ternyata menjadi guru tidaklah ringan. Tetapi kenapa kadang masih ada orang tua
yang berani mengancam guru bahkan ingin membunuhnya?
Komentar
Posting Komentar