Mas Ikur Yang Menginspirasi

Mas Ikur Yang Menginspirasi
Hari ini, Jumat, 12 Juni 2020 tepatnya pukul 1 siang ba’da Jumatan kami kedatangan seorang tamu. Dia masih mengenakan baju koko karena baru saja mengisi khutbah Jumat di Masjid Ngawen. Siapa dia? Ya..dia adalah Taufiqurrahman temanku mengajar di MI Mangunsari. Ketika aku pertama kali melihat wajahnya, tiga tahun yang lalu saat ketemu dalam seleksi masuk MI ada sepintas penilaianku saat itu. Dia orang yang sangat santun, gigih, tidak mudah menyerah, bercita cita tinggi dan banyak tirakat.
Ternyata penilaian sepintasku saat itu tidak meleset jauh. Ikur adalah benar-benar orang yang tidak mau menyerah haus akan ilmu walaupun keadaannya cukup terbatas. Bagaimana tidak? Dia sekarang sudah lulus S2 dengan gelar M.Pd walau menurut perhitungan logis tidak mungkin keadaan yang terbatas secara finansial mampu membiayai kuliahnya. Kuliah S2 tidak murah. Apalagi ketika harus banyak menyusun makalah. Lantas kenapa Ikur bisa selesai kuliah? Dari mana biayanya?
Ketika kami curhat, ternyata ada persamaan prinsip dalam menyikapi orang yang menuntut ilmu. Aku bercerita kenapa aku bisa menyelesaikan kuliah S2 padahal kondisi ibukku hanya seorang penjual bubur? Salah satunya adalah kekuatan niatku untuk menuntut ilmu. Aku tidak peduli.dengan hitungan matematis saat itu. Kalau dihitung secara matematis, puluhan juta pasti habis untuk menempuh S2 apalagi harus pulang pergi.dari Salatiga ke Solo. Uang dari mana? Saat itu aku hanya sebagai guru wiyata sebuah taman kanak kanak dengan gaji 90.000 rupiah.
Tapi aku berprinsip dan yakin akan janji Allah bahwa orang yang menuntut ilmu Allah akan menjamin rejekinya bahkan ikan yang ada dalam lautan akan selalu mendoakan kita. Alhamdulillah, keyakinanku itu ternyata benar. Pasti ada jalan keluar untuk membiayai semua itu. Dan sekali lagi rejeki tidak bisa dihitung secara logika.
Seorang Ikur membuat otakku berputar bernostalgia pada masa lalu ketika aku kuliah tahun 2000. Pulang pergi dengan berbekal uang terbatas. Tapi karena kekuasaan Allah yang Maha Kaya lah yang mencukupkanku untuk menempuh kuliah.

Lain dengan Ikur, dia hidup dengan pengasuhan orang tua sebagai petani. Ibunya lulusan pondok yang selalu memotivasi anaknya untuk menuntut ilmu setinggi mungkin. Ketika ikur minta ijin ingin kuliah S2 tanpa berfikir panjang orang tuanyapun langsung memberi restu. Padahal penghasilan orang tuanya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Namun dengan keyakinan yang kuat rejeki itupun bisa mengantarkan ikur menjadi seorang Magister. 
Hidup dijaman hedonisme saat ini, jaman penuh kebebasan, aku melihat sosok ikur sama sekali tidak larut di dalamnya. Dia lebih memilih konsen pada keilmuannya dari pada pacaran yang menjadi ngetren pemuda jaman sekarang. Jadi teringat kang kurdi yang membuatku tertunduk malu. Kang Kurdi selalu bilang buat apa pacaran karena disisi lain dari pacaran kadang ada yang menyakiti satu sama lain. Kalau belum siap nikah tapi pacaran justru akan mengganggu konsentrasi kita pada cita2. Dua orang ini kayaknya cocok deh pemikirannya sama-sama gak mudah mengungkap cinta apalagi mempermainkan cewek. hehe.
Disisi lain, yang membuatku bangga pada Ikur adalah dia selalu sempatkan waktu untuk yang bermanfaat. Dimuat tulisan-tulisan jurnalnya mengindikasikan dia tipe orang yang haus akan ilmu. Orang ingin dikenang karena hasil karyanya. Ya..seperti yang sering aku katakan harimau mati meninggalkan belang gajah mati meninggalkan gading. Lalu orang mati meninggalkan apa? Kalau ingin dikenang dalam sejarah, orang mati harus meninggalkan tulisan.
Tulisan jurnal seorang ikur menginspirasi diriku untuk mencoba menulis kembali. Kesibukan rumah tangga, kerjaan, maupun di masyarakat membuat kuletakkan semua penaku untuk menulis. Ya..sudah puluhan tahun lamanya. Namun melihat Ikur yang sibuk sekalipun ternyata dia mampu menulis di beberapa jurnal membuat aku ingin menjalankan penaku kembali.
Ikur kalau di MI biasa dipanggil pak Taufik. Dia adalah orang yang sangat sederhana namun kalau diskusi sangat bermakna. Hari ini sempat diskusi tentang peningkatan kualitas guru MI salah satunya dengan cara menulis. Minimal menulis LKS meningkat menjadi modul untuk kalangan sendiri bahkan kalau layak bisa meningkat ke kalangan MI Salatiga. Aku lontarkan hal semacam itu dia langsung menerimanya. Siap buat buku untuk tahun ajaran baru ya pak Taufik??? Insya Allah sangat berguna baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Salam bersinergi untuk saling memotivasi.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENCIPTAKAN POLA BELAJAR EFEKTIF DARI RUMAH

MENULIS CEPAT DAN TEPAT

AKU KANGEN KAMU SAYANG