GURU BUKAN POLISI
Seperti biasa Gilang ikut antre memgambil air wudhu untuk melaksanakan sholat dhuha dan hafalan Asmaul Husna di madrasah. Setelah sholat dhuha anak-anak berbaris rapi di depan kelas untuk mengucapkan Ikrar Santri dan menanti giliran "sarapan pagi" (menjawab soal di kartu yang disiapkan guru secara bergantian). Kemudian mereka masuk kelas dan menyiapkan buku untuk pelajaran berikutnya tanpa mengganggu ibu guru yang sedang mempersiapkan alat peraga untuk pembelajaran berikutnya.
Alangkah menyenangkan suasana seperti itu, tetapi ibu guru sama sekali tidak mempedulikan mereka. Mengapa? Karena menurut Ibu Guru semua itu memang sudah sewajarnya dilakukan. Namun... ketika Gilang lupa melakukan kesalahan, lupa mengerjakan PR, terlambat, lupa membawa buku pelajaran, ternyata reaksi ibu guru inipun luar biasa. "Bagaimana kamu ini? Ingin pintar atau tidak? Niat nggak sih sekolah? Sudah kelas 5 kok belum bisa tanggung jawab!. besok kalau diulangi sekali lagi akan ibu hukum lari mengitari lapangan sepuluh kali putaran!" Bu gurupun berkomentar panjang lebar tanpa henti.
Gilangpun tertunduk diam tanpa berani menatap wajah ibu guru yang mukanya memerah karena marah. Gilang juga tidak berani menjelaskan mengapa dia melakukan kesalahan, karena memang tidak punya kesempatan untuk menjelaskan. Suasana saat itu menjadi sepi. Semua siswa tertunduk tanpa berani menatap wajah ibu gurunya yang dipenuhi rasa marah tanpa bertanya dulu mengapa Gilang melakukan kesalahan.
Ibu gurupun mendadak menjadi seperti polisi. Menilang jika ada kesalaha. Namun jika siswa berbuat kebenaran komentar sedikitpun tidak, apalagi memberi pujian. Dampaknya Gilang jadi tidak suka dengan ibu guru, bahkan ia menjadi tidak semangat untuk belajar. Gilang merasa ibu gurunya seperti raja atau bahkan Bathara Dewa, dimana semua harus tunduk padanya tanpa ada sepatah katapun yang bisa menjelaskan apalagi menolaknya.
Guru yang berperan sebagai polisi kesiangan ini, adalah guru yang lupa tidak memberikan perhatian positif ketika siswanya berbuat baik. Tidak memberi pujian, senyuman,anggukan kepala,bahkan menolehpun tidak ketika siswanya datang tepat waktu, ,membuang sampah pada tenpatnya, ketika mendapat nilai bagus, mau mengerjakan PR, ketika sesekali berani mengacungkan jari menjawab pertanyaan guru, dsb.
Yang terjadi kemudian adalah ketidak seimbangan banyaknya perhatian positif dan perhatian negatif. banyaknya perhatian negatif, membuat siswa tidak merasa aman untuk belajar. Bagaimana dengan diri kita?
Alangkah menyenangkan suasana seperti itu, tetapi ibu guru sama sekali tidak mempedulikan mereka. Mengapa? Karena menurut Ibu Guru semua itu memang sudah sewajarnya dilakukan. Namun... ketika Gilang lupa melakukan kesalahan, lupa mengerjakan PR, terlambat, lupa membawa buku pelajaran, ternyata reaksi ibu guru inipun luar biasa. "Bagaimana kamu ini? Ingin pintar atau tidak? Niat nggak sih sekolah? Sudah kelas 5 kok belum bisa tanggung jawab!. besok kalau diulangi sekali lagi akan ibu hukum lari mengitari lapangan sepuluh kali putaran!" Bu gurupun berkomentar panjang lebar tanpa henti.
Gilangpun tertunduk diam tanpa berani menatap wajah ibu guru yang mukanya memerah karena marah. Gilang juga tidak berani menjelaskan mengapa dia melakukan kesalahan, karena memang tidak punya kesempatan untuk menjelaskan. Suasana saat itu menjadi sepi. Semua siswa tertunduk tanpa berani menatap wajah ibu gurunya yang dipenuhi rasa marah tanpa bertanya dulu mengapa Gilang melakukan kesalahan.
Ibu gurupun mendadak menjadi seperti polisi. Menilang jika ada kesalaha. Namun jika siswa berbuat kebenaran komentar sedikitpun tidak, apalagi memberi pujian. Dampaknya Gilang jadi tidak suka dengan ibu guru, bahkan ia menjadi tidak semangat untuk belajar. Gilang merasa ibu gurunya seperti raja atau bahkan Bathara Dewa, dimana semua harus tunduk padanya tanpa ada sepatah katapun yang bisa menjelaskan apalagi menolaknya.
Guru yang berperan sebagai polisi kesiangan ini, adalah guru yang lupa tidak memberikan perhatian positif ketika siswanya berbuat baik. Tidak memberi pujian, senyuman,anggukan kepala,bahkan menolehpun tidak ketika siswanya datang tepat waktu, ,membuang sampah pada tenpatnya, ketika mendapat nilai bagus, mau mengerjakan PR, ketika sesekali berani mengacungkan jari menjawab pertanyaan guru, dsb.
Yang terjadi kemudian adalah ketidak seimbangan banyaknya perhatian positif dan perhatian negatif. banyaknya perhatian negatif, membuat siswa tidak merasa aman untuk belajar. Bagaimana dengan diri kita?
Komentar
Posting Komentar